Kategori
Hidroponik

Sejarah Hidroponik dan Budaya Pertanian Masa Lampau

Hidroponik adalah solusi pertanian yang unggul sejak ribuan tahun yang lalu. Bagaimana bisa? Mari kita selami sejarah hidroponik dan apa yang bisa kita manfaatkan untuk menciptakan pertanian yang lebih efisien dan ramah pada Bumi.

Yang perlu temenanem ketahui, hidroponik adalah salah satu produk budaya pertanian dimana praktik menanam tanaman hanya menggunakan air, nutrisi tanaman, dan media tanam. Kata hidroponik sendiri berasal dari hydro yang artinya air, dan ponos yang artinya bekerja. Jika digabungkan, maknanya adalah bekerja dengan air.

Walaupun terdengar futuristik, padahal sebenarnya tidak.

Hidroponik di Masa Lalu

Salah satu contoh penanaman dengan hidroponik tertua dan termegah adalah Taman Gantung Babilonia, yang oleh beberapa ilmuwan dikoreksi menjadi Taman Gantung Nineveh. Contoh lainnya adalah Chinampa yang dibangun oleh suku Aztec di abad ke-16 dan juga Taman Apung Cina. Orang-orang di berbagai peradaban tersebut sudah menggunakan hidroponik sejak ribuan tahun silam.

1. Taman Gantung Babilonia (Nineveh)

Taman Gantung Babylonia oleh Ferdinand Knab

Dikisahkan, pada abad ke-6 sebelum Masehi, taman yang dibangun oleh raja Nebuchadnezzar II ini adalah taman terindah di masanya, yang dihadiahkan untuk istri terkasih—Amytis—sebagai bukti cinta. Istrinya saat itu sedang sakit karena rindu rumahnya di Media (barat laut Iran masa kini). Untuk membuat daerah Babilonia yang seperti gurun ini subur, sebuah proyek mahakarya yang melibatkan rekayasa engineering dibangun. Para ilmuwan dan sejarawan mempercayai bahwa sistem pompa kuno, roda air dan tandon sudah digunakan untuk menaikkan air dari sungai Eufrat ke bagian teratas dari taman ini.

2. Chinampa ala Aztec

Chinampas of Aztec
Foto dari EzGro Garden

Suku Aztec adalah suku yang nomadik, alias berpindah-pindah. Di suatu masa, suku ini mulai tertarik untuk menetap di sekitaran danau Tenochtitlan, yang kini dikenal sebagai Meksiko. Tetapi disitu mereka dimusuhi tetangganya yang lebih kuat dan sudah terlebih dulu membangun peradaban. Karena tetangganya tidak memperbolehkan mereka membangun lahan pertanian, maka suku Aztec pun mulai berinovasi.

Mereka tinggal di sekitar danau dan pantai rawa yang basah dengan jumlah populasi yang terus berkembang. Dan karena hanya itulah yang mereka miliki, maka harus dipakai untuk menanam bahan pangan. Setelah melalui proses panjang berbuah kesalahan dan kegagalan, mereka belajar untuk membuat rakit dari tanaman dan alang-alang yang diikat dengan akar yang kuat. Dasar danau yang dangkal dikeruk untuk dijadikan media tanam, karena residu yang berasal dari tanaman yang mati dan tenggelam di danau adalah sumber organik yang baik untuk tanaman. Pupuknya? Berasal dari kotoran manusia dan hewan. Mungkin karena di jaman itu, orang-orang Aztec tidak makan makanan yang aneh-aneh, jadi kotorannya masih bisa digunakan untuk pupuk? 😆

Rakit-rakit yang mereka bangun awalnya berukuran kecil. Lama kelamaan, ukurannya membesar, dan bisa digabungkan dengan rakit-rakit lain, bahkan yang dilengkapi gubuk untuk tempat tinggal si pekebun.

Orang-orang suku Aztec menggunakan Chinampa hingga sekitar abad ke-19, namun jumlahnya terus menurun. Kini ada beberapa Chinampa yang masih bisa ditemui di Meksiko, namun mereka bekerja dalam “isolasi”, karena lahan yang digunakan sebagai Chinampa adalah lahan-lahan di pelosok daerah. Padahal, seharusnya sistem ini pun bisa dijalankan di kota moderen.

3. Taman Apung Cina

Taman Apung China
Foto dari PermacultureNews.org

Di Cina, taman apung adalah penanaman dengan memanfaatkan danau. Modelnya mirip dengan Chinampa milik suku Aztec. Namun sesuai dengan catatan Marco Polo di jurnal perjalanannya yang terkenal, sistem tanam dengan air ini digunakan untuk menanam padi. Hanya saja, tidak banyak penelitian sejarah yang mempelajari kegiatan ini.

Seperti yang kita tahu, hingga sekarang padi ditanam dengan menggunakan air yang sangat banyak. Ini bisa dicapai lebih mudah dengan memanfaatkan danau ataupun sungai dengan aliran yang tenang.

Hidroponik Modern

Referensi penanaman hidroponik moderen paling awal yang bisa ditemui (dalam kurun 100 tahun) dilakukan oleh seorang pria bernama William Frederick Gericke. Ia adalah seorang ahli nutrisi tanaman dari University of California, yang juga membuat nama “hidroponik” itu sendiri. Saat bekerja disana, ia mulai mempopulerkan konsep menanam dengan larutan nutrisi, bukan hanya dengan air, dan tidak menggunakan tanah.

William Frederick Gericke
Acc 90-105, Box 8, Folder Portraits Ger

Seperti kebanyakan penelitian non populer, kolega-koleganya meragukan konsep tersebut. Namun Gericke berhasil membuktikan kalau mereka salah, dengan menanam tomat hingga mencapai ketinggian 25 kaki (sekitar 7,6 meter) hanya dengan menggunakan larutan nutrisi saja.

Eksperimen Gericke berhasil menginisiasi penelitian-penelitian lanjutan seputar hidroponik. Termasuk penelitian yang membuktikan banyak manfaat yang bisa didapat dari menanam secara hidroponik dibandingkan dengan menanam di tanah.

Keuntungan Hidroponik

Salah satu keuntungan besar dari menanam secara hidroponik adalah konservasi / penghematan air. Ketika menanam tanaman di tanah, banyak air yang terbuang, karena adanya faktor evaporasi air dan juga air yang terbuang ke bawah tanah. Terlalu banyak air bisa membuat tanaman sesak nafas karena tidak bisa menyerap Oksigen, tetapi kekurangan air juga membuat tanaman kering lalu mati.

Hidroponik menyelesaikan masalah-masalah ini dengan tiga cara:

1. Reservoir Nutrisi Beroksigen

Air yang ada di tandon / reservoir bisa diberi oksigen secara konstan, supaya akar tanaman mendapat suplai oksigen yang optimal. Permasalahan penyiraman yang terlalu banyak bisa diselesaikan, karena tidak ada lagi tanah yang menutupi akar.

2. Penggunaan Air Lebih Sedikit

Hidroponik menggunakan air lebih sedikit karena airnya disirkulasi. Pada pertanian tradisional, air disiramkan ke tanaman. Padahal, hanya sejumlah kecil darinya yang bisa diserap oleh tanaman. Sebagian besarnya hilang karena menguap (evaporasi) ke udara, atau lari ke bawah tanah. Sedangkan di hidroponik, air yang tidak terpakai oleh tanaman akan dimasukkan lagi ke tandon, bergabung dengan larutan nutrisi disitu, siap digunakan di siklus “penyiraman” berikutnya. Untuk area yang kering dan gersaing, ini adalah keuntungan yang masif.

3. Kontrol Penanaman Secara Penuh

Penanam hidroponik punya kontrol menyeluruh terhadap sistemnya. Hama dan penyakit jauh lebih mudah dikendalikan—karena lingkungan tanamnya lebih mudah dipindah, dan juga diangkat dari tanah. Ini akan menyulitkan hama untuk menggapai tanaman mereka. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan tanah secara langsung jadi nihil. Yang terakhir, pekebun juga punya kendali penuh atas nutrisi yang diberikan pada tanaman. Ini tentunya dapat menghemat biaya, karena disesuaikan dengan kebutuhan tanaman.

Pertanian di Masa Depan

Baca juga: Mari Berimajinasi tentang Agrikultur di Masa Depan

Dengan semua keuntungan ini, nampaknya tidak ada masalah dengan hidroponik, ya? Tidak juga, sebenarnya. Tanah berfungsi sebagai penahan jika ada kesalahan, misalnya saat pemberian nutrisi. Di hidroponik, jika ada kesalahan pemberian nutrisi, imbasnya ke biaya operasional yang meningkat, dan juga resiko gagal panen. Selain itu, lingkungan tanam hidroponik yang lebih lembap (karena ada air yang banyak) dapat lebih mudah diserang jamur dan lumut, yang juga dapat menggagalkan panen.

Foto dari ATFS Lab

Menurutku, ini adalah harga kecil yang mesti dibayarkan untuk perkembangan besar yang dibawa oleh hidroponik, jika dibandingkan dengan pertanian tradisional dengan menggunakan tanah.

Dan dengan semakin berkurangnya jumlah air bersih serta kebutuhan pangan yang terus meningkat di seluruh dunia, buatku hidroponik adalah solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah ini, dengan cara-cara yang lebih lestari dan berkesadaran ekologi.

Hidroponik adalah pertanian di masa depan!

Satu tanggapan untuk “Sejarah Hidroponik dan Budaya Pertanian Masa Lampau”

Leave a Comment